Artikel

Sejarah Desa

06 Maret 2025 14:55:05  Administrator  17 Kali Dibaca 

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya atau para pendahlunya dan tidak melupakan sejarah asal usulnya, inilah yang menjadi dasar bagi kami Pemerintah Desa Tumbang Malahoi berusah terus mencari tahu, menemukan dan melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah yang berhubungan dengan cikal bakal berdirinya Desa Tumbang Malahoi, dan merupakan tanda berdirinya Desa Tumbang Malahoi.

Desa Tumbang Malahoi adalah salah satu Desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah.

Menurut cerita masyarakat setempat, warga masyarakat yang hidup di Desa Tumbang Malahoi pada awalnya adalah BUNGAI dan BUROW, mereka ini menetapnya di KALEKA SANGE. BUNGAI dan BUROW adalah keturunan dari PATAN dan ALUH LAKAR. Keturunan dari BUNGAI dan BUROW bernama BIRA DANDAN.

Kehidupan mereka di KALEKA SANGE selalu merasa kurang cocok untuk menetap, sehingga sebagian mereka berpindah ke KALEKA MANDEHAN yang disebut dengan KUTA MANDEHAN, dari tempat KALEKA MANDEHAN muncul lagi keinginan untuk berpindah tempat tinggal, selanjutnya sebagian mereka memutuskan untuk mencari tempat tinggal lain yaitu berpindah tempat ke KALEKA BULU MANUK.

Sejarah mencatat dasar disebutnya suatu tempat itu KALEKA BULU MANUK, berdasarkan kegiatan ritual keagamaan Upacara Pesta Tiwah yang dilaksanakan oleh warga masyarakat setempat yang seyogjanya hewan kurbannya Kerbau dan Lembu ternyata gagal, karena semua hewan kurban itu menghilang yang tidak diketahui secara akal manusia.

Berdasarkan hasil mufakat warga masyarakat bahwa Upacara Pesta Tiwah tetap dilaksanakan apa adanya menggunakan hewan kurban yaitu Ayam (MANUK). Oleh banyaknya hewan kurban Ayam yang dijadikan hewan kurban sehingga membuat bulu ayam hewan kurban itu berhamburan dan sangat mengganggu jalur sungai, dengan memperhatikan berbagai keunikan dan keajaiban yang terjadi jelang dan selama Upacara Pesta Tiwah berlangsung maka meraka sepakat menamakan tempat itu dengan sebutan KALEKA BULU MANUK.

Menurut cerita masyarakat setempat ketiga tempat tinggal yaitu KALEKA SANGE, KALEKA MANDEHAN, dan KALEKA BULU MANUK tetap di huni oleh warga sebagi tempat tinggal yang sifatnya masih sementara pada waktu itu, selanjutnya para tokoh warga berinisiatif untuk melakukan ritual adat budaya MANAJAH ANTANG guna mencari tahu tempat yang sepadan dengan pola hidup sosial masyarakat yang jauh dari berbagai aral rintangan, ancaman, sakit penyakit atau bahaya.

Akhirnya hasil dari MANAJAH ANTANG, TUMBANG MALAHOI adalah satu-satunya tempat yang diberi petunjuk menjadi tempat tinggal menetap hidupnya warga masyarakat untuk mrmbangun kehidupan sosial masyarakat yang lebih aman dan nyaman.

Seperti pada umumnya daerah-daerah lain, nama suatu desa tidak muncul begitu saja, tetapi mempunyai latar belakang sejarah dalam terbentuknya suatu nama desa sebagaimana Desa Tumbang Malahoi. Sebelum berada dan menempati desa Tumbang Malahoi ini, dahulu kebiasaan masyarakat adat adalah hidup berpindah-pindah di wilayah adatnya dikarenakan berbagai faktor, salah satunya mencari tempat hidup yang lebih baik, aman, tentram dan nyaman maupun menghindari dari berbagai ancaman dan bahaya.

Setelah mendapat lokasi bermukim yang dianggap menjanjikan dari segi keamanan, kedamaian, kesejahteraan dan kenyamanan untuk kehidupan sosial masyarakat, maka salah satu keturunan dari asal Malahoi yang bernama TOYOI yang mengkoordinir segenap anak menantunya untuk mengumpulkan bahan bangunan dengan lokasi mencari kayu bangunan BETANG itu dari daerah Bukit Takinding dan Bukit Lambayung selama lebih kurang tujuh tahun lamanya.

Pendirian Betang dilakukan secara gotong royong oleh warga dari Rungan Manuhing dan Kahayan pada tahun 1869 yang dikenal dengan sebutan rumah Betang dan diberi nama "BETANG TOYOI". Nama dimaksud sebagai penghormatan kepada Toyoi sebagai tokoh pemerkarsa didirikannya rumah Betang.

Di Desa Tumbang Malahoi pada zaman penjajahan kolonial menjadi basis perjuangan sejak Era Perang Banjar. Seorang tokoh yang bernama BUNGAI, tokoh yang paling berpengaruh di Desa Tumbang Malahoi pada masa itu. Ia diangkat oleh Raja Banjar SULTAN MOCHAMMAD SEMAN sebagai pemimpin perjuangan di wilayahnya untuk melawan Pemerintah Kolonial Belanda, dan BUNGAI diberi gelar TAMANGGUNG SINGA PATI oleh Sultan Mochammad Seman.

Pemberian gelar kepada BUNGAI ditandai dengan sebuah peristiwa sejarah yaitu dilambangkan dengan bendera warna kuning yang menjadi panji perang melawan Belanda dibawah kepemimpinan BUNGAI.

Untuk mengenang peristiwa sejarah itu, maka nama Sungai Baringei yang melintas di Desa Tumbang Malahoi disebut "BATANG DANUM RIAK JAMBAN RAJA", yang artinya sungai yang pernah dilalui oleh seorang bangsawan yaitu Sultan Mochammad Seman. Perjuangan BUNGAI atau Tamanggung Singa Pati selanjutnya diteruskan oleh para generasi warga Desa Tumbang Malahoi berikutnya setelah kemerdekaan Republik Indonesia, mereka sangat proaktif berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Pada tanggal 16 Maret 1946, seluruh tokoh masyarakat dari berbagai tempat daerah Rungan, Manuhing sepakat mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan mengusir penjajah dari bumi Nusantara, khususnya Kalimantan. Seorang tokoh bernama DITER MERANG mengusulkan agar dilakukan perundingan di Rumah Betang Tumbang Malahoi guna mencari jalan keluar menghadapi penjajah Belanda.

Hal tersebut diterima oleh Kepala Rumah Betang pada waktu itu yaitu PANYAT bin TOYOI sehingga di dukung kuat oleh masyarakat Tumbang Malahoi terkait perundingan dimaksud. Hasil Perundingan oleh para tokoh masyarakat dan para pejuang Gerakan Revolusi Rakyat Indonesia (GRRI) yang dibentuk pada 21 Juli 1946, yang diputuskan untuk melakukan ritual adat budaya leluhur yaitu MANAJAH ANTANG yang identik dengan "Meminta Petunjuk" dari Yang Maha Kuasa. Hasil dari MANAJAH ANTANG perjuangan GRRI lingkup Rungan dan Manuhing bahwa Negara Indonesia dinyatakan bebas dari belenggu Penjajah Belanda, dengan ketentuan syarat harus membuat NASAR (MANGGANTUNG SAHUR) sebagai bukti/tanda memohon bantuan kepada Yang Maha Kuasa dan Para Leluhur.

Desa Tumbang Malahoi tempat markas para tokoh GRRI untuk menyusun komposisi pasukan GRRI yang diberi nama PASUKAN UJAN PANAS yang terdiri dari 46 personil utama yang dipimpin oleh SAMUDIN AMAN.

Fakta sejarah untuk mengenang perjuangan para tokoh pejuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia terbukti dengan di dirikannya TUGU KEDAULATAN INDONESIA pada tanggal 28 Desember 1949.

 

Perjuangan tokoh masyarakat pendiri Tumbang Malahoi cukup berproses panjang dengan menempatkan tiga lokasi yang berbeda yaitu KALEKA SANGE, KALEKA MANDEHANDAN, KALEKA BULU MANUK, sehingga dari semuanya warga masyarakat desa mendapat istilah THREE GET ONE (Tiga dapat Satu), yaitu Desa TUMBANG MALAHOI.

Desa Tumbang Malahoi pernah menjadi Ibukota Pembantu Wedana Rungan Manuhing di pimpin oleh Wedana WILEM MIHING dan pada tahun 1954 Ibukota Wedana Rungan Manuhing Kabupaten Kapuas dipindahkan dari Desa Tumbang Malahoi ke Tumbang Jutuh karena alasan kesulitan transportasi yang dikarenakan jalan ke Desa Tumbang Malahoi masih menggunakan transportasi sungai, dan riam yang cukup banyak untuk dilewati.

Sumber: Dokumen RPJM Desa Tumbang Malahoi 2022 - 2028

Kirim Komentar


Nama
No. Hp
E-mail
Isi Pesan
  CAPTCHA Image  
 

 Agenda

 Sinergi Program

 Pemerintah Desa

 Komentar

 Media Sosial

 Peta Wilayah Desa

 Peta Lokasi Kantor


Kantor Desa
Alamat : Jl. Lintas Kecamatan RT.07RW.02
Desa : Tumbang Malahoi
Kecamatan : Rungan
Kabupaten : Gunung Mas
Kodepos : 74561
Telepon :
Email : tmalahoi@gmail.com

 Statistik Pengunjung

  • Hari ini:6
    Kemarin:21
    Total Pengunjung:325
    Sistem Operasi:Unknown Platform
    IP Address:18.224.199.36
    Browser:Mozilla 5.0